sahabat karib. Keduanya
berteman sejak duduk di
bangku taman kanak-kanak.
Sara berambut sebahu.
Warnanya hitam legam selalu diikat. Kulitnya sawo matang
dan matanya bulat.
Rambut Sari pendek lurus.
Kulitnya putih bersih. Ada
tahi lalat di ujung hidungnya
yang mancung. Sara hobi membaca sementara Sari
gemar memasak. Keduanya
sama-sama suka membantu
Ibu. “Hari Minggu besok kita libur.
Kamu mau pergi ke mana
Ra?” tanya Sari sepulang
sekolah. Sara menggeleng,
“Gak ke mana-mana Ri.
Paling-paling baca buku. Kamu?” Sara balik bertanya.
“Sama Ra. Aku bantu Ibu
bikin kue. Kamu kenal Tante
Arin kan? Tetangga
sebelahku. Tante Arin pesan
kue. Banyak lagi…” “Oooo…” mulut Sara membulat.
“Ya sudah, sampai ketemu
ya.” Sari melambaikan
tangan.
“Minggu pagi kutunggu kamu
ke rumah ya!” teriak Sara. “Yaaaa….” Sari berlari ke
halaman rumahnya tanpa
menoleh. Sara tersenyum melihat
tingkah sahabatnya. Ia
melangkah sendirian. Sampai
di pertigaan, Sara belok ke
kanan dan sampailah ia di
kediamannya yang terletak paling ujung.
“Assalamu alaikum?” suara
Sara muncul di muka pintu.
“Waalaikum salam… sudah
pulang Ra?” sambut Mama di
muka pintu. Sara mencium tangan Mama
dan selalu Mama membalas
dengan pelukan.
“Iya Ma. Besuk kita di rumah
saja kan Ma?” Sara melepas
kaos kaki. “Iya sayang. Kita di rumah,
Papa tidak libur.” jawab
Mama di ruang makan. Sementara Sari di rumahnya
juga melakukan hal yang
sama. Kadang-kadang waktu
istirahat dipakai untuk
mengerjakan tugas sekolah.
Siang itu Sari menghabiskan waktu istirahatnya bersama
Bunda. Mereka menyiapkan
bahan-bahan kue. Telur
ayam, tepung terigu,
mentega, gula ditimbang
bergantian. Tidak heran jika Sari mulai terampil memasak
kue. Bahkan kadang-kadang
ia bisa mengolah makanan
kecil tanpa bantuan Bunda.
Hebat ya… Bedug Maghrib baru saja
berkumandang. Bunda
dibantu Sari mengantar kue
pesanan Tante Arin. Rumah
Tante Arin cukup ramai.
Rupanya banyak saudara berkumpul di sana. Setelah
menyerahkan kue dan
mengobrol sebentar, Bunda
dan Sari berpamitan. Tak jauh dari tempat Sari,
Sara tengah berkreasi
membuat jepit dari sedotan
plastik. Cantik dan imut.
Cara membentuk jepit ia
dapatkan dari majalah yang baru saja dibelinya. Pasti
Sari suka, gumamnya dalam
hati. Minggu pagi langit sangat
bersih. Sara telah selesai
sarapan dan kini ia sibuk
mengemas jepit-jepit imut ke
dalam kotak kecil warna
merah muda. Ada 9 pasang jepit warna warni. “Yes,
selesai!” Sara berkata
sendiri di ruang tamu. Dahi
Sara mendadak berkerut
ketika menatap jarum
panjang jam di dinding sudah berada di angka 12.
Sara berdiri menghalau
resah. Ia pandangi kotak
pink di sudut meja kemudian
kakinya melangkah ke luar.
Belum saja tangan kanannya menyentuh daun pintu, Mama
yang baru balik dari warung
memanggil. “Sara, dapat salam dari Sari.
Ia baru saja lewat sama
temannya.” “Temannya? Siapa Ma?” Sara
berlari ke arah Mama. “Mama juga belum kenal.
Rambutnya panjang
dikepang dua.” Mama dan
Sara melangkah masuk. “Pantas saja tidak ke sini. Dia
sudah janji pagi ini mau
main. Sara sudah buatin
jepit cantik. Sari bohong….”
Sara berlari ke dalam
rumah. Mama mengikuti dari belakang. Langkah Sara
terhenti di ruang tamu. Ia
sandarkan badan di kursi
empuk warna coklat tua.
Tangannya meraih
bungkusan kecil dan diamat- amati kotak mirip bungkus
sabun mandi itu. Lama Sara
terdiam. “Sara, makan dulu yuk…” “Malas Ma, masih kenyang.”
Sara masih menimang-
nimang benda di tangannya. “Kenyang? Baru makan 1
lembar roti tawar, kenyang?”
tukas Mama. “Nanti saja.” jawab Sara
singkat. Mama mendekati Sara lantas
mengelus punggung
putrinya. Lembut…,lembut
sekali. “Sara, barangkali Sari lupa.
Kalau sudah ingat, pasti dia
datang ke sini.” hibur Mama. “Karena ada kawan baru,
Sara dilupain. Gitu kan Ma?”
rutuk Sara. “Bukan, percayalah sama
Mama. Sari pasti datang.
Makan yuk..” Mama dan Sara sudah
berada di ruang makan.
Sayur asem, ayam goreng,
tempe bacem, sambal terasi.
Kerupuk ikan. Hmmm… “Alhamdulillah, makasih Ma.
Enak sekali.” Sara membawa
piring kotor ke dapur. “Alhamdulillah…” Mama
tersenyum lega. Sore menawarkan
pemandangan lain. Langit
gelap disertai angin. Daun-
daun kering berjatuhan.
Halaman rumah yang sudah
disapu penuh daun dan bunga kamboja berserakan.
Langit makin gelap dan hujan
mulai merintik. Di dalam
kamar Sara mendengarkan
musik. Lagu ketiga baru saja
berhenti, tiba-tiba pintu diketuk dari luar. “Sara, ada Sari di ruang
tamu.” ujar Mama setelah
pintu kamar dibuka. Sara bermaksud menutup
pintu kembali, namun tangan
Mama lebih dahulu
mencegatnya. “Sara, temui
Sari. Gerimis begini, dia
tetap datang.” “Biarin. Mama bilang saja
Sara lagi tidur…” “Eits, tidak boleh begitu.
Temui dia…” Mama menarik
lengan Sara. “Gak mau. Suruh dia pulang..”
Sara menolak ajakan Mama. “Sara, aku tidak akan pulang
sebelum aku menjelaskan
semuanya.” wajah cantik Sari
muncul di belakang Mama. “Maafkan aku, Sara…” tangan
kanan Sari meraih
pergelangan Sara.
Sara tak menjawab. Kedua
bola matanya menatap Sari
lekat-lekat. “Semalam waktu aku
mengantar kue ke Tante
Arin, aku dikenalin dengan
Susi. Susi keponakan Tante
Arin. Anaknya cantik tapi
maaf, dia sulit mengucapkan sesuatu. Susi sangat
pendiam dan susah bergaul. Tapi kemarin Susi menjadi
periang. Aku diminta
menemaninya. Besuk aku
kenalin ya. Sekali lagi,
maafkan aku, Sara..” Sara masih tak bersuara.
Matanya yang bulat nampak
berkaca-kaca. Ia pandangi
Sari tak berkedip. Sari
tersenyum. Mata dan kedua
pipi Sari lebih dahulu basah. “Maafkan Sara juga ya…” Sara
memeluk Sari. “Makasih bungkusan merah
jambu itu.” bisik Sari. Sara melepas badan Sari,
“Dari mana kamu tahu?” balas
Sara. “Mama sudah jelaskan semua
tadi sebelum Mama ketuk
pintu kamar.” timpal Mama
yang sedari tadi ikut berdiri. Sara memandang Mama,
kemudian menatap Sari. Tak
ada lagi kesal. Tak ada lagi
muram. Kembali dua sahabat
berpelukan. Meskipun di luar
hujan makin deras, hati dua gadis kecil itu tak lagi
menyimpan mendung.
masih 0 komentar untuk MAAFKAN AKU SARA
Posting Komentar