bumi. Kulit Ibu putih, bersih, tidak ada noda sedikit pun. Ibaratnya, kalau Ibu minum kopi, kopinya akan kelihatan meluncur dari mulut ke perut lewat lehernya yang indah itu. Sebaliknya, kulit Ayah hitam. Sudah hitam, banyak pulaunya. Yang“ ini bekas jatuh waktu mengejar layangan, yang ini diseruduk sepeda, yang ini kena petasan, yang ini disosor bebek, yang ini…” kata Ayah menunjuk peta pulau di kakinya dan menjelaskan bagaimana pulau-pulau itu didapat. Ayah menjelaskan itu dengan riang gembira. Seolah-olah pulau- pulau di kakinya adalah sesuatu yang indah dan harus dibanggakan. Ayah“ norak, ih!” Ayah malah tertawa. Sebelnya, Ibu juga ikut tertawa. Tahu“ tidak, selain kaki dengan pulau seribu ini, Ayah juga punya karunia lain yang sangat besar dari Tuhan. Karunia itu adalah wajah dan kulit Ayah.” Mulutku menganga, mataku melotot. Tapi Ayah malah tertawa berderai. Kamu“ tahu apa maksud Ayah?” tanya Ibu ikut campur. Aku menggeleng. Dengan gaya dibuat-buat, Ayah menjelaskan.
AYAH SI BURUK RUPA bagian 2
publish on: Sabtu, 24 September 2011
Aku tak habis pikir, bagaimana Ibu yang begitu cantik mau menikah dengan Ayah yang … ah, tidak tega aku menyebutnya. Ayah dan Ibu memang sungguh berbeda. Seperti langit dan comberan, begitu istilah Ayah setiap mengatakan perbedaan dirinya dan Ibu tentu– saja dengan nada bercanda. Langit dan bumi saja sudah jauh, apalagi dibandingkan dengan comberan yang– letaknya tentu lebih rendah dari permukaan
bumi. Kulit Ibu putih, bersih, tidak ada noda sedikit pun. Ibaratnya, kalau Ibu minum kopi, kopinya akan kelihatan meluncur dari mulut ke perut lewat lehernya yang indah itu. Sebaliknya, kulit Ayah hitam. Sudah hitam, banyak pulaunya. Yang“ ini bekas jatuh waktu mengejar layangan, yang ini diseruduk sepeda, yang ini kena petasan, yang ini disosor bebek, yang ini…” kata Ayah menunjuk peta pulau di kakinya dan menjelaskan bagaimana pulau-pulau itu didapat. Ayah menjelaskan itu dengan riang gembira. Seolah-olah pulau- pulau di kakinya adalah sesuatu yang indah dan harus dibanggakan. Ayah“ norak, ih!” Ayah malah tertawa. Sebelnya, Ibu juga ikut tertawa. Tahu“ tidak, selain kaki dengan pulau seribu ini, Ayah juga punya karunia lain yang sangat besar dari Tuhan. Karunia itu adalah wajah dan kulit Ayah.” Mulutku menganga, mataku melotot. Tapi Ayah malah tertawa berderai. Kamu“ tahu apa maksud Ayah?” tanya Ibu ikut campur. Aku menggeleng. Dengan gaya dibuat-buat, Ayah menjelaskan.
bumi. Kulit Ibu putih, bersih, tidak ada noda sedikit pun. Ibaratnya, kalau Ibu minum kopi, kopinya akan kelihatan meluncur dari mulut ke perut lewat lehernya yang indah itu. Sebaliknya, kulit Ayah hitam. Sudah hitam, banyak pulaunya. Yang“ ini bekas jatuh waktu mengejar layangan, yang ini diseruduk sepeda, yang ini kena petasan, yang ini disosor bebek, yang ini…” kata Ayah menunjuk peta pulau di kakinya dan menjelaskan bagaimana pulau-pulau itu didapat. Ayah menjelaskan itu dengan riang gembira. Seolah-olah pulau- pulau di kakinya adalah sesuatu yang indah dan harus dibanggakan. Ayah“ norak, ih!” Ayah malah tertawa. Sebelnya, Ibu juga ikut tertawa. Tahu“ tidak, selain kaki dengan pulau seribu ini, Ayah juga punya karunia lain yang sangat besar dari Tuhan. Karunia itu adalah wajah dan kulit Ayah.” Mulutku menganga, mataku melotot. Tapi Ayah malah tertawa berderai. Kamu“ tahu apa maksud Ayah?” tanya Ibu ikut campur. Aku menggeleng. Dengan gaya dibuat-buat, Ayah menjelaskan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
masih 0 komentar untuk AYAH SI BURUK RUPA bagian 2
Posting Komentar