tiang bercat merah terang. Heran“, lapangan sebagus ini kok tidak pernah dipakai,” gumam Ranu sambil men-drible bola basket keliling lapangan. Setelah puas bermain, Ranu pulang ke rumah. Sudah“ dapat teman, Nu?” tanya ibu menyambut Ranu. Ranu menggeleng. “Ndak ada. Baru“ satu hari nak. Sabar ya. Sudah sana kamu mandi dulu,” Ranu pun mandi. Menghilangkan keringat dan kekesalannya hari ini. Keesokan harinya, sore hari, Ranu kembali main basket. Namun, masih sama seperti kemarin, tak ada seorang anak pun turut bermain. Demikian terus sampai tibalah hari Sabtu. Ranu kembali menenteng bola basketnya ke lapangan basket. Karena sekolah libur, ia bisa main basket sepanjang hari. Di sana ia mulai men-drible keliling lapangan lalu melakukan shoot ke arah ring basket yang sudah reyot. Ranu men-drible lagi, shoot lagi, dribble lagi, kadang-kadang ia latihan melakukan three point. Tengah hari, matahari bersinar terik. Ranu beristirahat sejenak dibawah satu-satunya pohon yang ada di tepi lapangan itu. Ia melamun. Ia rindu teman-temanya di Yogya dulu. Kenapa ayah harus pindah tugas di Jakarta? Andai ayah tetap di Yogya Ranu tak perlu pindah ke Jakarta dan tak perlu merasa kesepian seperti saat ini. Dulu, Ranu dan teman-temanya selalu bermain, main apa saja, setiap sore. Selalu ada permainan baru yang mereka ciptakan dan mainkan bersama. Ranu dan teman-temannya paling suka main sepak bola di tanah lapang di dekat rumah. Dulu …. Hai“!” sapa seorang anak kurus berkacamata. Anak itu mengulurkan tangannya tanda ingin berkenalan dengan Ranu.
SI BUNDAR AJAIB bagian 2
publish on: Senin, 26 September 2011
Sesampainya di sana, Ranu melihat lapangan basket itu tampak sepi. Padahal lapangan basket itu bersih. Garis-garis di lapangan masih tampak jelas, belum pudar. Tanda tidak pernah ada kaki yang menapaki lapangan itu. Ring basketnya juga masih utuh dengan
tiang bercat merah terang. Heran“, lapangan sebagus ini kok tidak pernah dipakai,” gumam Ranu sambil men-drible bola basket keliling lapangan. Setelah puas bermain, Ranu pulang ke rumah. Sudah“ dapat teman, Nu?” tanya ibu menyambut Ranu. Ranu menggeleng. “Ndak ada. Baru“ satu hari nak. Sabar ya. Sudah sana kamu mandi dulu,” Ranu pun mandi. Menghilangkan keringat dan kekesalannya hari ini. Keesokan harinya, sore hari, Ranu kembali main basket. Namun, masih sama seperti kemarin, tak ada seorang anak pun turut bermain. Demikian terus sampai tibalah hari Sabtu. Ranu kembali menenteng bola basketnya ke lapangan basket. Karena sekolah libur, ia bisa main basket sepanjang hari. Di sana ia mulai men-drible keliling lapangan lalu melakukan shoot ke arah ring basket yang sudah reyot. Ranu men-drible lagi, shoot lagi, dribble lagi, kadang-kadang ia latihan melakukan three point. Tengah hari, matahari bersinar terik. Ranu beristirahat sejenak dibawah satu-satunya pohon yang ada di tepi lapangan itu. Ia melamun. Ia rindu teman-temanya di Yogya dulu. Kenapa ayah harus pindah tugas di Jakarta? Andai ayah tetap di Yogya Ranu tak perlu pindah ke Jakarta dan tak perlu merasa kesepian seperti saat ini. Dulu, Ranu dan teman-temanya selalu bermain, main apa saja, setiap sore. Selalu ada permainan baru yang mereka ciptakan dan mainkan bersama. Ranu dan teman-temannya paling suka main sepak bola di tanah lapang di dekat rumah. Dulu …. Hai“!” sapa seorang anak kurus berkacamata. Anak itu mengulurkan tangannya tanda ingin berkenalan dengan Ranu.
tiang bercat merah terang. Heran“, lapangan sebagus ini kok tidak pernah dipakai,” gumam Ranu sambil men-drible bola basket keliling lapangan. Setelah puas bermain, Ranu pulang ke rumah. Sudah“ dapat teman, Nu?” tanya ibu menyambut Ranu. Ranu menggeleng. “Ndak ada. Baru“ satu hari nak. Sabar ya. Sudah sana kamu mandi dulu,” Ranu pun mandi. Menghilangkan keringat dan kekesalannya hari ini. Keesokan harinya, sore hari, Ranu kembali main basket. Namun, masih sama seperti kemarin, tak ada seorang anak pun turut bermain. Demikian terus sampai tibalah hari Sabtu. Ranu kembali menenteng bola basketnya ke lapangan basket. Karena sekolah libur, ia bisa main basket sepanjang hari. Di sana ia mulai men-drible keliling lapangan lalu melakukan shoot ke arah ring basket yang sudah reyot. Ranu men-drible lagi, shoot lagi, dribble lagi, kadang-kadang ia latihan melakukan three point. Tengah hari, matahari bersinar terik. Ranu beristirahat sejenak dibawah satu-satunya pohon yang ada di tepi lapangan itu. Ia melamun. Ia rindu teman-temanya di Yogya dulu. Kenapa ayah harus pindah tugas di Jakarta? Andai ayah tetap di Yogya Ranu tak perlu pindah ke Jakarta dan tak perlu merasa kesepian seperti saat ini. Dulu, Ranu dan teman-temanya selalu bermain, main apa saja, setiap sore. Selalu ada permainan baru yang mereka ciptakan dan mainkan bersama. Ranu dan teman-temannya paling suka main sepak bola di tanah lapang di dekat rumah. Dulu …. Hai“!” sapa seorang anak kurus berkacamata. Anak itu mengulurkan tangannya tanda ingin berkenalan dengan Ranu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
masih 0 komentar untuk SI BUNDAR AJAIB bagian 2
Posting Komentar